6 Apr 2012

Plastic Phenomenon


Footbal it’s simple, but it’s hard to play simple, kata-kata “mutiara” dari seorang maestro TotalFootball Johan Cruyff, ya sepabola memang begitu simple, bisa dimainkan dimana saja, dan saya yakin anda juga pasti pernah memainkannya bukan ? Namun disini saya bukan untuk membicarakan tentang permainan sepakbola itu sendiri, karena saya yakin anda sendiri pasti lebih banyak tahu ketimbang saya dalam hal teknis sepakbola hehe, tiki-taka ala Barcelona F.C., Kick and Rush nya Liga Inggris, Catenaccio nya Italia, istilah yang sangat tidak asing ditelinga kita. Saya lebih tertarik mengangkat salah satu sisi terpenting sepakbola di luar lapangan yaitu para fans. Ya para fans memang mempunyai peran penting terhadap eksistensinya suatu klub dimanapun dia berada, keberadaan mereka fans pasti bisa menguntungkan suatu klub cantoh kecilnya fans Real Madrid tim dari Spanyol mendapat pemasukkan dari seluruh dunia lewat penjualan mechandise mereka, sesuatu hal yang wajar karena nama mereka sudah menjadi bahan “jualan”.

Namun dalam konteks yang lebih sempit lagi saya tertarik membahas para fans klub-klub liga Primer Inggris di asia atau yang lebih dikenal dengan sebutan “plastic”, di Asia sendiri para plastic ini sangat menguntungkan bagi klub-klub tersebut, mereka bahakan rela terbang berjam-jam saat pra-musim demi menyapa para fansnya di Benua Kuning ini. Indonesia sendiri merupakan pangsa pasar besar Premier League menurut suatu survey masyarakat Indonesia menempati urutan kedua penikmat siaran langsung Premier League, dan hanya dibawah negara asalnya sendiri ! Tapi saya menemukan fenomena yang cukup menarik mengenai para plastic di Indonesia yang sebenarnya secara geografis ataupun budaya tidak bersinggungan dengan masyarakat Inggris sana atau biarpun mereka hanya bisa menyaksikannya di didepan layar, tetapi mempunyai fans yang sangata fantastis bahkan menyatakan bahwa tim yang mereka dukung menjadi harga diri mereka, bukan sesuatu yang salah memang karena sepakbola sekarang memang sudah menjadi bahasa universal, tapi alangkah lucuya jika kita sebagai fans rela mencela habis-habisan sahabat kita sendiri yang menjadi fans dari rival tim favorit kita, hanya karena kalah dalam suatu pertandingan ? lucu bukan sebuah persabatan hancur karena sebuah pertandingan sepakbola. Jujur saya juga sedikit terpancing saat tim idola saya Manchester United ditekuk Ath. Bilbao di Europa League dan menjadi olok-olok beberapa plastic fans lainnya, tapi saya berfikir apa gunanya menanggapi mereka toh tidak akan merubah paradigma mereka sebagai fans klub idolanya. Dan saya sempat berfikir bahwa kita ini dimata para klub-klub tersebut adalah mangsa layaknya seekor macan yang siap memangsa kawanan rusa yang pada ujungnya kita akan diterkam, ups maaf untuk kata-kata yang terlalu ekstrim tadi hehe. Karena sefanatik apapun kita tetap tidak dapat menyaingin para fans local born asli Inggris itu sendiri. Bukan bermaksud untuk membela salah satu klub atau golongan tertentu tetapi alangkah lebih baik jika fanatisme tersebut diaplikasikan ke hal-hal yang positif, serta alangkah baiknya kita sebagai sesama plastic fans lebih santai dalam mendukung tim idola kita, memang tidak ada yang salah menjadi fans fanatik tapi saya tidak habis fikir jika fanatisme itu menjadi perusak jalinan pertemananan atau bahkan persahabatan.


Writter : Hary Sudarsono - @harrysudarsono

Editor : Dhimaz Seta Anggoro - @dhimazseta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar